Di kutip dari : (Dr.
Boedi Djatmiko. SH.M.hum)
Sertipikat
tanah adalah dokumen formal yang memuat data yuridis dan data pisik yang
dipergunakan sebagai tanda bukti dan alat pembuktian bagi seseorang atau badan
hukum ( privat atau public ) atas suatu bidang tanah yang dikuasai atau
dimiliki dengan suatu hak atas tanah tertentu.
Sebutan
" sertipikat" atau certificate (ing),
certificaat/certifikaat(bld), adalah merupakan tanda pernyataan atau
keterangan yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh pejabat dan atau lembaga
/institusi tertentu dengan tujuan tertentu. Dalam kamus bahasa Indonesia
disebutkan bahwa sertipikat merupakan surat keterangan ( pernyataan ) tertulis
atau tercetak dari orang yang berwenang yang dapat digunakan sebagai bukti
pemilikan atau kejadian. Misalnya, sertipikat kelahiran yang lazim disebut Akta
kelahiran diartikan sebagai surat bukti adanya kelahiran.
Sertipikat kelulusan
lazim disebut ijasah. Demikian juga, jika berkaitan dengan tanah maka disebut
sertifikat tanah. Sehingga makna kata sertifikat tanah seperti halnya
sertifikat-sertifikat yang lain, adalah surat bukti kepemilikan tanah.
sertipikat – sertipikat tersebut tidak akan mempunyai arti apa-apa apabila
diterbitkan oleh pihak atau lembaga yang tidak mempunyai kewenangan yang
diberikan Negara atau hukum untuk itu. Dengan kata lain bahwa sertipikat akan
mempunyai kekuatan yuridis apabila memang diterbitkan oleh lembaga yang
memperoleh kewenangan untuk itu. Dapat pula dikatakan bahwa sertipikat
merupakan suatu dokumen formal yang dijadikan tanda dan instrument yuridis
adanya hak kepemilikan atas suatu barang atau benda ( thing). Dalam
konsep hukum barang atau benda ini dibedakan benda bergerak ( personal
property ) dan benda yang tidak bergerak ( real property).
Hal yang sama sebagaimana disebutkan dalam kamus Black's law menyebutkan
bahwa: " certificate a document in which fact is formally attested
( death certificate) ", dalam halaman lain disebutkan: "
certificate of title a document indicating ownership of real or personal
property".
Di
Negara kita, konsepsi sertipikat sebagai suatu dokumen formal yang dipergunakan
sebagai instrument yuridis bukti kepemilikan hak atas tanah yang diterbitkan
oleh lembaga Negara ( pemerintah ) sebagaimana yang disampaikan Boedi
Harsono, sertifikat ( tanah ) adalah suatu surat tanda bukti hak yang
dikeluarkan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah atau
merupakan suatu tanda bukti bahwa seseorang atau suatu badan hukum mempunyai
suatu hak atas tanah atas suatu bidang tanah tertentu. Dikatakan Irawan
Soerodjo, bahwa sertipikat tanah merupakan surat tanah bukti yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang
termuat didalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan
data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan. Dari sini
sudah dapat ditangkap bahwa makna sertifikat tanah dalam konstruksi yuridisnya
merupakan suatu dokumen formal yang dipergunakan sebagai tanda dan atau
instrument yuridis bukti hak kepemilikan atas tanah yang dikeluarkan oleh BPN
RI ( Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia ) lembaga / Institusi negara
yang ditunjuk dan diberikan wewenang oleh negara untuk menerbitkannya.
Sertipikat sebagai tanda dan atau sekaligus alat bukti hak kepemilikan atas
tanah merupakan produk hukum yang diterbitkan oleh BPNRI didalamnya memuat data
fisik dan yuridis. dikatakan oleh Maria SW Sumardjono, sertipikat
hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah berisi data fisik (
keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah, serta bagian bangunan atau
bangunan yang ada diatasnya bila dianggap perlu) dan data yuridis ( keterangan
tentang status tanah dan bangunan yang didaftar, pemegang hak atas tanah dan
hak-hak pihak lain, serta beban-beban lain yang berada diatasnya). Dengan
memiliki sertipikat maka kepastian hukum berkenaan dengan jenis hak atas tanah,
subyek hak dan obyek haknya menjadi nyata. AP. Parlindungan menyebutkan
bahwa sertifikat adalah salinan buku tanah dan surat ukur setelah dijahit menjadi
satu bersama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri
Agraria disebut sertipikat dan diberikan kepada yang berhak.
Bahwa
sertipikat (hak atas tanah) merupakan produk hukum yang diterbitkan oleh BPNRI
yang dipergunakan sebagai tanda bukti dan alat pembuktian hak seseorang atau
badan hukum ( privat atau publik ) mempunyai hak atas suatu bidang tanah.
Diatas telah diuraikan yang dimaksudkan dengan itu. Selanjutnya akan diuraikan
dimana diatur sertipikat itu dalam peraturan perundang-undangannya dan kekuatan
yuridis sertipikat selaku dokumen dan instrument yuridis dihadapan hukum.
Kontruksi
hukum sertipikat hak atas tanah dan kekuatan pembuktiannya dapat dicermati
dalam beberapa ketentuan perundangan. Didalam UU (Undang-Undang) No. 5 tahun
1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau disebut juga
Undang-Undang Pokok Agraria ( UUPA) di dalam pasal 19 ayat 1 dan 2, disebutkan:
1.
Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah
diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah;
2.
Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi:
a.
Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah
b.
Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak
tersebut:
c.
Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat;
Dari
pasal tersebut memberikan gambaran bahwa prinsip negara akan memberikan jaminan
hukum dan kepastian hak terhadap hak atas atas yang sudah terdaftar. Bahwa
jaminan bukti adanya tanah yang sudah terdaftar dengan memberikan " surat
tanda bukti hak" yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
"kuat". Sebagai catatan bahwa ketentuan tersebut belum menyebutkan
kata "sertipikat" sebagai surat tanda bukti hak. Berdasarkan
ketentuan pasal 19 tersebut maka selanjutnya dikeluarkan PP ( peraturan
Pemerintah ) No. 10 tahun 1961, tentang pendaftaran tanah yang selanjutnya PP
ini diganti dengan PP No. 24 tahun 1997, tentang pendaftaran tanah. Didalam
pasal 13 ayat 3 dan 4 PP No. 10 tahun 1961, disebutkan:
1.
salinan buku tanah dan surat ukur setelah dijahit
menjadi satu bersama-sama dengan kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh
Menteri Agraria, disebut sertipikat dan diberikan kepada yang berhak;
2.
sertipikat tersebut pada ayat (3) pasal ini adalah
surat tanda bukti hak yang dimaksud dalam pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria.
Sebutan
sertipikat sebagai surat tanda bukti hak baru tersebut dalam ketentuan PP
tersebut. Selanjutnya didalam pasal 1 angka 20 PP No. 24 Tahun 1997, tentang
pendaftaran tanah, bahwa "sertipikat adalah surat tanda bukti hak
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 2, huruf c, Undang-Undang Pokok
Agraria untuk Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, tanah wakaf, Hak
milik atas satuan rumah susun, dan Hak tanggungan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan".
Pertanyaan
berikutnya adalah yang dimaksud sertipikat "hak atas tanah" apa saja
yang dimaksud dalam pasal tersebut. Apabila merujuk pada Pasal 1 angka 5 PP No.
24 tahun 1997, tentang pendaftaran tanah disebutkan: " hak atas
tanah adalah hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 Undang-Undang No. 5 tahun
1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, selanjutnya disebut UUPA".
Selanjutnya pada pasal 16 UUPA, yaitu macam-macam hak atas tanah yakni: hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai, hak sewa, hak membuka
tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang ditetapkan dengan
undang-undang serta hak-hak lain yang sifatnya sementara yang disbutkan dalam
pasal 53. Dengan demikian dapat disimpulkan kita mengenal dua macam sertipikat
yakni: 1. Sertipikat hak atas tanah; 2. Sertipikat yang ada hubungan dengan hak
atas tanah, yakni sertipikat HPL, tanah wakaf, hak tanggungan dan hak milik
atas satuan rumah susun.
Persoalan
yang menjadi isu hukum selanjutnya yang hendak diketengahkan adalah bagaimana
kekuatan hukum sertipikat hak atas tanah.
Untuk
menjawab pertanyaan tersebut maka kajiannya khusus berhubungan dengan
sertipikat hak atas tanah yang dihubungkan dengan kekuatan pembuktiannya. Bahwa
dalam konsepsi hukumnya sertipikat hak atas tanah merupakan tanda bukti yang
diterbitkan oleh lembaga hukum yang berwenang (Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara), yang berisi data yuridis dan data fisik yang digunakan sebagai alat
bukti kepemilikan hak atas tanah dengan tujuan guna memberikan jaminan
kepastian hukum dan kepastian hak atas sebidang tanah yang dimiliki atau
dipunyai oleh seseorang maupun badan hukum. Dengan adanya sertifikat hak maka
diharapkan secara yuridis dapat memberikan jaminan kepastian hukum dan hak oleh
negara bagi pemegang hak atas tanahnya. Jaminan negara ini diberikan kepada pemilik
atau pemegang sertipikat dapat diberikan karena tanahnya sudah terdaftar dalam
sistem database administrasi pertanahan negara. Dalam administrasi pertanahan
dapat diketahui siapa yang menjadi pemegang haknya ( pemilik bidang tanah),
subyek pemegang hak atas tanahnya, obyek haknya, letak, batas dan luasnya serta
perbuatan-perbuatan hukum yang dikaitkan dengan tanahnya dan beban-beban yang
ada diatas obyeknya, memberikan nilai tambah ekonomi, dengan adanya sertipikat
hak atas tanah pemiliknya akan terlindungi dari tindakan sewenang-wenang dari
pihak lain, serta mencegah sengketa kepemilikan tanah. Dengan kata lain bahwa
dengan terdaftarnya hak kepemilikan atas tanah seseorang warga masyarakat
maupun badan hukum oleh negara dan dengan diterbitkan tanda bukti kepemilikan
berupa sertifikat hak atas tanah, negara akan memberikan jaminan keamanan
terhadap pemilikan tanah serta agar dapat dimanfaatkan secara optimal.
Sebaliknya terhadap tanah-tanah yang belum didaftarkan maka negara tidak
menjamin kepastian hukum dan haknya bagi pemilik atau yang menguasainya.
Dalam
pasal 19 UU No. 5 tahun 1960 tersebut, sudah dinyatakan bahwa pemerintah akan
memberikan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hak atas tanah yang
didaftar dengan memberikan surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang" kuat ", pertanyaan hukumnya
adalah seberapa kuatnya sertipikat hak atas tanah yang diatur dalam pasal
tersebut?. Makna " kuat" dalam konteks ini harus disandingkan dengan
makna " mutlak " (indefesiable) atau tidak dapat diganggu
gugat, atau ada yang mengatakan "absolut". Jadi makna kuat artinya
tidaklah mutlak atau masih dapat diganggu gugat. Makna kuat ini lah yang
dikemudian hari atau saat ini selalu menjadikan persoalan hukum bagi
pihak-pihak yang kepentingannya dirugikan. Maksudnya adalah pemahaman atas
kekuatan yuridis dari sertifikat hak atas tanah yang akan dipertanyakan. Ketika
dalam suatu sengketa dan peradilan dalam putusannya mencabut atau
membatalkannya dan memenangkan pihak yang notabene hanya berpegang pada alat
bukti yang lain, misalnya girik atau petok.
Berkaitan
dengan kekuatan pembuktian yang "kuat" sertifpikat hak atas tanah ini
dikatakan oleh Maria SW Sumardjono, kuat artinya "harus dianggap
yang benar sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya di pengadilan dengan
alat bukti yang lain". Demikian juga yang dikatakan oleh Boedi
Harsono:
Bahwa
surat-surat tanda bukti hak itu berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
berarti, bahwa keterangan-keterangan yang tercantum didalamnya ( oleh hakim )
sebagai keterangan yang benar, selama dan sepanjang tidak ada alat pembuktian
yang lain yang membuktikan sebaliknya. Dalam hal yang demikian maka
pengadilanlah yang akan memutuskan alat pembuktian yang benar.
Dengan
kata lain, dengan masih adanya peluang para pihak mengadakan tuntukan hukum
terhadap pemegang sertipikat hak atas tanah dapat disimpulkan bahwa kekuatan
hukum sertifikat hak atas tanah tidaklah mutlak. Pertanyaannya apakah memang
demikian kekuatan yuridis sertipikat hak atas tanah yang introdusir oleh Negara
kita lalu bagaimana dengan kekuatan yuridis sertipikat hak atas tanah di Negara
yang lain. Jawabannya adalah tergantung dari konstruksi hukum dari system
pendafataran tanah yang diintrodusir oleh hukum negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar