Kali ini kita akan kembali ke topik Pertanyaan Masalah
Pertanahan setelah kita sempat membahas mengenai seluk beluk Prona sekarang
Bahasa ditujukan untuk mempermudah pengertian kita
terhadap sebuah maksud yang ingin disampaikan oleh para pelaku komunikasi,
namun dalam komunikas itu sendiri sering terjadi kesalahan komunikasi akibat
salah persepsi. Disini saya bermaksud mambahas perbedaan yang kecil namun
mungkin dapat menjadi sebuah masalah yang prinsip yaitu penggunaan kata
sertipikat dalam surat tanah yang dikeluarkan oleh Instansi Badan Pertanahan
Nasional, padahal Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: istilah sertifikat atau
ser.ti.fi.kat dijelaskan sebagai [n] tanda atau surat keterangan (pernyataan) tertulis
atau tercetak dari orang yang
berwenang yang dapat digunakan sebagai bukti pemilikan
atau suatu kejadian: — tanah, hal ini menjukan bahwa BPN sebagai Instansi
pertanahan kemungkinan lalai dalam karena tidak mematuhi UU No.24/2009
Pasal 30 Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi
publik di instansi pemerintahan, sehingga Badan Pertanahan Nasional seharusnya
Menggunakan Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar, untuk itu Buku Sertifikat
harusnya dirubah dengan judul buku “SERTIFIKAT” yang ditulis dengan
menggunakan huruf “F”, bukan huruf “P”.
Namun dalam pelaksanaannya surat tanah yang
dikeluarkan oleh BPN masih saja bertuliskan SERTIPIKAT ini
dapat dijelaskan sebagai berikut Dalam bahasa Inggris sertifikat hak atas tanah
disebut dengan title deed, sedangkan penguasaan hak atas tanah biasa disebut
land tenure, pemilikan atas tanah biasa disebut land ownership, dan bidang
tanah sering disebut dengan parcel atau plot. Sertifikat sendiri dalam
terminologi atau “bahasa resmi” hukum-hukum keagrarian ditulis sertipikat
(dengan huruf p, bukan f). Hal ini dijelaskan dala Pasal 20 Peraturan
Pemerintah No 24 Tahun 1997 yang berbunyi bahwa, “Sertipikat adalah surat tanda
bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak
atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan
hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang
bersangkutan.” (Pasal 20 PP 24/1997). di PP tersebut ditulis Sertipikat bukan
Sertifikat..
Selain itu Sertipikat adalah
Bukti Kepemilikan Tanah yang bersifat Tetap sehingga tidak dapat dirubah
kecuali ada keputusan Hukum yang tetap, coba kita bayangkan kalau seluruh
sertipikat yang ada di Indonesia Harus dirubah, beapa biaya yang dikeluarkan
dan juga kalau ada perubahan yang ada, hal tersebut dapat merubah ke-otentikan
sebuat surat tanah untuk alasan itulah surat tanah tidak diubah tetap
Sertipikat, selain itu seperti kita ketahui penggunaan Bahasa Indonesia
mengikuti perkembangan zaman yang ada sehingga bisa saja terjadi perubahan
penggunaan kalimat tanpa merubah artinya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar